1. Pentingnya Mengenalkan Seni Budaya
Kenalkan pula anak-anak pada budaya
setempat di mana dia tinggal, walau dia berasal dari suku mana pun.
Bukankah anak-anak akan semakin kaya budaya bangsa?
Ada
cerita lucu. Ada seseorang yang mempunyai anak bekerja di luar negeri,
dan cucu-cucunya lahir di sana. Hal yang sangat disayangkan, si nenek
tidak bisa berkomunikasi lancar dengan cucu-cucu karena cucu-cucunya
sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia, sementara nenek tidak bisa
berbahasa Inggris. Padahal orang tua si cucu orang Indonesia semua.
Terpaksa komunikasi cucu dan nenek dengan bahasa “tarsan” , dengan
isyarat sekenanya.
Indonesia
kaya akan seni dan budaya. Agar kekayaan itu tidak sirna begitu saja,
seharusnya kita terus berupaya mencegah kerusakan, selalu memelihara,
dan melestarikan budaya bangsa itu. Terlebih agar bangsa lain tidak
mengklaim seni budaya bangsa kita.
Lantas, siapa yang harus melakukannya?
Siapa saja yang merasa sebagai bangsa Indonesia, baik itu kalangan tua,
muda, maupun anak-anak.
Sejak dini, anak-anak perlu dikenalkan
pada nilai-nilai luhur dan keragaman budaya bangsa. Orang yang pertama
kali mengenalkannya seharusnya orang tuanya sendiri. Pengenalan itu bisa
dilakukan dengan mempertontonkan buku-buku tentang kebudayaan, atau
melalui televisi. Orang tua yang memiliki keterampilan budaya dapat
memperlihatkan langsung pada buah hatinya. Setiap orang tua dibesarkan
dalam lingkungan yang berbudaya, karena setiap daerah di Indonesia kaya
akan seni budaya. Gampangnya, setiap orang tua hendaknya mengenalkan
pada anak-anaknya tentang warisan budaya leluhurnya. Setelah itu,
perkenalkan pula pada budaya-budaya dari daerah lain di Indonesia.
Sebenarnya memutuskan bahasa ibu sama
sekali tidak ada kontroversi. Jika kita memilih bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu, toh kelak anak harus belajar bahasa internasional, bahasa
Inggris, untuk kepentingan studi dan kerja. Bahkan penguasaan bahasa
asing lainnya juga sangat diperlukan dalam persaingan di dunia kerja.
Memilih bahasa ibu, baik itu bahasa daerah, bahasa nasional, bahkan
bahasa asing sekalipun, adalah sebuah pilihan. Tidak ada hambatan
terjemahan ide untuk anak yang mempunyai kecerdasan berbahasa. Hanya
saja, jangan menjadikan anak sebagai kacang yang lupa akan kulitnya.
Bagaimanapun, bahasa daerahnya dan negaranya tidak boleh dilupakan.
2. Modern Boleh, tapi Selalu Ingat Budaya Bangsa
Masuknya budaya asing tentu saja berpengaruh pula pada kehidupan anak-anak. Berbagai gaya musik dan tari modern yang berasal dari luar negeri, sedikit banyak menjadi suatu hal yang ngetren. Tapi ingat, kenalkan juga anak-anak pada alat-alat musik daerah, tarian daerah, atau kesenian tradisional lainnya. Gamelan, angklung, tifa, seruling bambu, Tari Lilin, Tari Serimpi, Tari Bali, Tari Jaipongan, Reog Ponorogo, bahasa daerah, pakaian daerah, dan masih banyak lainnya, harus kita jaga dari kepunahan. Jangan sampai kita tidak mewariskan nilai-nilai budaya pada generasi penerus bangsa, yaitu anak-anak kita.
2. Modern Boleh, tapi Selalu Ingat Budaya Bangsa
Masuknya budaya asing tentu saja berpengaruh pula pada kehidupan anak-anak. Berbagai gaya musik dan tari modern yang berasal dari luar negeri, sedikit banyak menjadi suatu hal yang ngetren. Tapi ingat, kenalkan juga anak-anak pada alat-alat musik daerah, tarian daerah, atau kesenian tradisional lainnya. Gamelan, angklung, tifa, seruling bambu, Tari Lilin, Tari Serimpi, Tari Bali, Tari Jaipongan, Reog Ponorogo, bahasa daerah, pakaian daerah, dan masih banyak lainnya, harus kita jaga dari kepunahan. Jangan sampai kita tidak mewariskan nilai-nilai budaya pada generasi penerus bangsa, yaitu anak-anak kita.
Hikmah yang dapat dipetik, jangan
lupakan budaya bangsa. Ke mana pun kita pergi, pasti suatu saat kita
pulang juga ke kampung halaman kita. Jadi, kenalkanlah juga anak-anak
pada budaya asal orang tua, agar anak-anak bisa nyambung dan tidak
merasa sangat asing di lingkungan leluhurnya.
Makanan tradisional juga merupakan
warisan nenek moyang yang harus dilestarikan. Kenalkanlah anak-anak pada
bakso, soto, empek-empek, balok, getuk, peyem, ketoprak, lontong,
masakan Padang, dan lain sebagainya. Tak ada ruginya bila kita
mengenalkan, bahkan kalau mungkin mengajarinya membuat masakan tersebut
agar aneka jenis masakan nusantara itu lestari, tidak diaku sebagai
masakan negara tetangga.
Ada kalanya anak-anak diajak
berjalan-jalan di pasar tradisional, tidak hanya ke rumah makan mewah
saja yang menawarkan aneka masakan internasional. Lucu bukan jika lidah
anak-anak lebih demen mengecap masakan asing dan tidak doyan masakan
daerah atau negaranya sendiri? Boleh saja dan tidak ada larangan
mengenal masakan asing, namun jangan lupakan masakan bangsa sendiri ya…!
Restoran yang menyajikan masakan asing
terkadang membuat aturan penyajian yang neko-neko dan serba modern.
Namun, terkadang keadaan ini menyiksa bagi beberapa orang yang mungkin
malah dianggap “katrok”. Contoh kecil, budaya makan dengan pisau dan
garpu, terkadang membuat orang yang tidak biasa menjadi begitu tersiksa,
mungkin dia bisa gemas dan malah memakai tangan.
BEGITULAH, anak-anak harus disadarkan untuk memelihara warisan budaya bangsa. Ingat, presiden kita yang pertama, Ir. Soekarno adalah orang besar yang bisa menguasai beberapa bahasa asing yaitu bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Prancis. Dengan kemampuan besarnya itu, beliau pun selalu menyisipkan bahasa Jawa dalam pidato-pidato spektakulernya. Misalnya dalam suatu pidatonya, dia menginginkan negeri Indonesia yang “merdeka, gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem kerta raharja“. Dengan lidah multibahasanya itu, lidahnya masih gemar mencicipi makanan kesukaannya, getuk kimpul.
BEGITULAH, anak-anak harus disadarkan untuk memelihara warisan budaya bangsa. Ingat, presiden kita yang pertama, Ir. Soekarno adalah orang besar yang bisa menguasai beberapa bahasa asing yaitu bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Prancis. Dengan kemampuan besarnya itu, beliau pun selalu menyisipkan bahasa Jawa dalam pidato-pidato spektakulernya. Misalnya dalam suatu pidatonya, dia menginginkan negeri Indonesia yang “merdeka, gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem kerta raharja“. Dengan lidah multibahasanya itu, lidahnya masih gemar mencicipi makanan kesukaannya, getuk kimpul.




