Free Dance Cursors at www.totallyfreecursors.com

Jumat, 24 Februari 2012

Anak -Anak Pewaris Budaya Bangsa

1. Pentingnya Mengenalkan Seni Budaya

Indonesia kaya akan seni dan budaya. Agar kekayaan itu tidak sirna begitu saja, seharusnya kita terus berupaya mencegah kerusakan, selalu memelihara, dan melestarikan budaya bangsa itu. Terlebih agar bangsa lain tidak mengklaim seni budaya bangsa kita.
Lantas, siapa yang harus melakukannya? Siapa saja yang merasa sebagai bangsa Indonesia, baik itu kalangan tua, muda, maupun anak-anak.
Sejak dini, anak-anak perlu dikenalkan pada nilai-nilai luhur dan keragaman budaya bangsa. Orang yang pertama kali mengenalkannya seharusnya orang tuanya sendiri. Pengenalan itu bisa dilakukan dengan mempertontonkan buku-buku tentang kebudayaan, atau melalui televisi. Orang tua yang memiliki keterampilan budaya dapat memperlihatkan langsung pada buah hatinya. Setiap orang tua dibesarkan dalam lingkungan yang berbudaya, karena setiap daerah di Indonesia kaya akan seni budaya. Gampangnya, setiap orang tua hendaknya mengenalkan pada anak-anaknya tentang warisan budaya leluhurnya. Setelah itu, perkenalkan pula pada budaya-budaya dari daerah lain di Indonesia.
Kenalkan pula anak-anak pada budaya setempat di mana dia tinggal, walau dia berasal dari suku mana pun. Bukankah anak-anak akan semakin kaya budaya bangsa?
Sebenarnya memutuskan bahasa ibu sama sekali tidak ada kontroversi. Jika kita memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, toh kelak anak harus belajar bahasa internasional, bahasa Inggris, untuk kepentingan studi dan kerja. Bahkan penguasaan bahasa asing lainnya juga sangat diperlukan dalam persaingan di dunia kerja. Memilih bahasa ibu, baik itu bahasa daerah, bahasa nasional, bahkan bahasa asing sekalipun, adalah sebuah pilihan. Tidak ada hambatan terjemahan ide untuk anak yang mempunyai kecerdasan berbahasa. Hanya saja, jangan menjadikan anak sebagai kacang yang lupa akan kulitnya. Bagaimanapun, bahasa daerahnya dan negaranya tidak boleh dilupakan.

2. Modern Boleh, tapi Selalu Ingat Budaya Bangsa
Masuknya budaya asing tentu saja berpengaruh pula pada kehidupan anak-anak. Berbagai gaya musik dan tari modern yang berasal dari luar negeri, sedikit banyak menjadi suatu hal yang ngetren. Tapi ingat, kenalkan juga anak-anak pada alat-alat musik daerah, tarian daerah, atau kesenian tradisional lainnya. Gamelan, angklung, tifa, seruling bambu, Tari Lilin, Tari Serimpi, Tari Bali, Tari Jaipongan, Reog Ponorogo, bahasa daerah, pakaian daerah, dan masih banyak lainnya, harus kita jaga dari kepunahan. Jangan sampai kita tidak mewariskan nilai-nilai budaya pada generasi penerus bangsa, yaitu anak-anak kita.
Ada cerita lucu. Ada seseorang yang mempunyai anak bekerja di luar negeri, dan cucu-cucunya lahir di sana. Hal yang sangat disayangkan, si nenek tidak bisa berkomunikasi lancar dengan cucu-cucu karena cucu-cucunya sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia, sementara nenek tidak bisa berbahasa Inggris. Padahal orang tua si cucu orang Indonesia semua. Terpaksa komunikasi cucu dan nenek dengan bahasa “tarsan” , dengan isyarat sekenanya.
Hikmah yang dapat dipetik, jangan lupakan budaya bangsa. Ke mana pun kita pergi, pasti suatu saat kita pulang juga ke kampung halaman kita. Jadi, kenalkanlah juga anak-anak pada budaya asal orang tua, agar anak-anak bisa nyambung dan tidak merasa sangat asing di lingkungan leluhurnya.
Makanan tradisional juga merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan. Kenalkanlah anak-anak pada bakso, soto, empek-empek, balok, getuk, peyem, ketoprak, lontong, masakan Padang, dan lain sebagainya. Tak ada ruginya bila kita mengenalkan, bahkan kalau mungkin mengajarinya membuat masakan tersebut agar aneka jenis masakan nusantara itu lestari, tidak diaku sebagai masakan negara tetangga.
Ada kalanya anak-anak diajak berjalan-jalan di pasar tradisional, tidak hanya ke rumah makan mewah saja yang menawarkan aneka masakan internasional. Lucu bukan jika lidah anak-anak lebih demen mengecap masakan asing dan tidak doyan masakan daerah atau negaranya sendiri? Boleh saja dan tidak ada larangan mengenal masakan asing, namun jangan lupakan masakan bangsa sendiri ya…!
Restoran yang menyajikan masakan asing terkadang membuat aturan penyajian yang neko-neko dan serba modern. Namun, terkadang keadaan ini menyiksa bagi beberapa orang yang mungkin malah dianggap “katrok”. Contoh kecil, budaya makan dengan pisau dan garpu, terkadang membuat orang yang tidak biasa menjadi begitu tersiksa, mungkin dia bisa gemas dan malah memakai tangan.
BEGITULAH, anak-anak harus disadarkan untuk memelihara warisan budaya bangsa. Ingat, presiden kita yang pertama, Ir. Soekarno adalah orang besar yang bisa menguasai beberapa bahasa asing yaitu bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Prancis. Dengan kemampuan besarnya itu, beliau pun selalu menyisipkan bahasa Jawa dalam pidato-pidato spektakulernya. Misalnya dalam suatu pidatonya, dia menginginkan negeri Indonesia yang “merdeka, gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem kerta raharja“. Dengan lidah multibahasanya itu, lidahnya masih gemar mencicipi makanan kesukaannya, getuk kimpul.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More